Pilkada Serentak 2018 Kabupaten Bogor: Mendongkel Kekuatan Lama



PIKIRAN-RAKYAT.COM | Bogor. partai politik menyusun koalisi yang sejajar mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Tak  hanya untuk mengincar posisi kepala daerah, yang terpenting adalah memenangi Pemi­lihan Presiden 2019. 

Akan tetepi, koalisi di tingkat pusat dan provinsi terkadang tidak sejalan dengan kondisi politik dan kepentingan di daerah.

Kondisi itu terasa menjelang Pemilihan Bupati Bogor 2018. Peta kekuatan yang terbelah dua di tingkat pusat, yakni kubu Partai Demokrasi Indo­nesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) diimbangi kekuatan partai penguasa lokal yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Di sisi lain, hubungan antara PDIP dan Partai Golongan Karya (Golkar) di Kabupaten Bogor juga tidak sebaik hubungan keduanya di tingkat pusat dan provinsi. 

Berbeda dengan PDIP yang belum terlihat memunculkan kadernya untuk diusung sebagai bakal calon peserta Pilbup 2018, Partai Golkar Kabupaten Bogor kemungkinan besar mengusung Ketua DPRD Kabupaten Bogor, yakni Ade Ruhandi.

Sementara itu, Gerindra Kabupaten Bogor sepakat berkoalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sesuai dengan pola koalisi di tingkat pusat. Namun, koalisi tersebut belum menyepakati figur yang akan diusung mengikuti Pilbup Bogor kali ini.

PKS sempat mendeklarasikan  koalisi dengan Partai Demokrat di tingkat daerah setempat. Keduanya bahkan dikabarkan sepakat mengusung salah satu tokoh, Maman Daning. 

Akan tetapi, hingga kini peng­usungan calon itu belum jelas kelanjutannya. Nasib sama pun dialami Ketua PPP Jawa Barat Ade Muna­waroh Yasin akan berpasangan de­ngan Ketua Partai Gerindra Kabupaten Bogor Iwan Setiawan.

Peta kekuatan
Kondisi politik yang terjadi menjelang Pilbup Bogor kali ini, menurut pengamat politik Yus Fitriadi, tidak dipengaruhi dinamika politik di tingkat pusat. Meskipun ia meyakini hasil keputusan akhir pada saat pendaftaran calon Januari 2018 nanti tetap muncul dari instruksi pengurus pusat partai masing-­masing.

“Disebut-sebut Ade Yasin akan berdampingan dengan Iwan Setiawan, bagi saya itu seperti hal yang mustahil karena tidak ada irisannya. Di pusat, tidak mungkin Gerindra berkoalisi dengan PPP, di provinsi juga tidak berkoalisi,” kata Yus. 

Yus memperkirakan peta kekuatan di Kabupaten Bogor tetap meng­arah pada dua kubu besar seperti halnya di daerah lain. Kubu pertama adalah koalisi PKS, Gerindra dan mungkin Demokrat. 

PAN di Kabupaten Bogor diyakini masih ragu menentukan arah koalisi merapat ke penguasa atau oposisi. Fraksi PAN di Kabupaten Bogor juga tidak memiliki kekuatan karena masih bersatu dengan Partai Golkar.

Kubu kedua terdiri atas PDIP, Golkar, PPP, dan Partai Nasdem. Bila koalisi itu jadi terbentuk, Yus meyakini Ade Munawaroh yang diusung PPP sebagai bakal calon Bupati Bogor kemungkinan besar akan dipasangkan dengan figur yang diusung partai pemilik kursi legislatif terbanyak seperti PDIP dan Golkar.

Akan tetepi, kondisi yang terjadi, Ade Munawaroh Yasin ataupun Ade Ruhandi saling bertentangan. Kemungkinan lain muncul apabila petahana Nurhayanti memutuskan maju kembali mengikuti pemilihan kepala daerah. Terlebih, namanya selama ini telah masuk radar utama PDIP.

"Dari awal PDIP memang mendekati Nurhayanti, mendorongnya agar maju diusung PDIP. Tetapi saya berpendapat Bu Nurhayanti tidak akan maju dalam pencalonan," kata Yus mempertimbangkan aspek usia dan psikologis petahana saat ini. 

Pertimbangan lainnya adalah sikap politik Nurhayanti yang akan memihak PPP karena sempat diusung partai tersebut pada pilbup sebelumnya bersama Rachmat Yasin. Mampukah calon yang bermunculan itu bisa mendongkel kekuatan lama yang telah mengakar di wilayah Bogor?

Pengaruh “Si Pitung” masih diperhitungkan
Salah satu kepala daerah yang tersandung kasus korupsi adalah Bupati Bogor Rachmat Yasin (RY). Ia harus kehilangan posisinya sebagai kepala daerah untuk periode kedua di Kabupaten Bogor meski baru beberapa bulan menjabat. Posisi­nya lalu digantikan Wakil Bupati Nurhayanti hingga akhir masa jabatan 2018.

Sepak terjangnya sebagai kepala daerah selama periode pertama dibuktikan dengan keterpilihannya kembali untuk menjalan­kan roda pemerintahan di periode kedua. 

Kekuatannya bahkan dianggap masih memengaruhi peta politik daerah tersebut meski yang bersangkutan berada di balik jeruji besi selama sekitar lima tahun.

Setelah didakwa, kekuatan kader terbaik Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu disebut-sebut turun kepada adik kandungnya, Ade Munawaroh Yasin atau Ade Yasin (AY). 

Saat ini, AY bahkan dipercaya memimpin dewan pimpinan partainya di tingkat provinsi Jawa Barat. Begitupun dengan saudara kandung lainnya menjabat pimpinan partai di daerah sekitar.

RY dipercaya memiliki komunitas politik yang baik terhadap elite politik lokal, provinsi maupun pusat. Namanya masih po­puler di tengah masyarakat Kabupaten Bogor setelah memimpin selama lima tahun. 

Bahkan kasus korupsi tidak berpengaruh sama sekali bagi sebagian kalangan pendukung dan loyalisnya.
"Masyarakat menganggap RY seperti Si Pitung," kata Yus. 

Elektabilitas RY yang masih tinggi, memunculkan dukungan terhadap AY pada Pilbup Bogor kali ini. Peluang sang adik menurut Yus, semakin lebar bila kakaknya bisa dibebaskan setelah menjalani masa kurungannya pada 2018 ini.

Sementara itu, bagi para kompetitor RY, kasus korupsi yang menjeratnya menjadi peluang mereka untuk mendulang simpatik masyarakat Kabupaten Bogor. Meskipun, AY sebenarnya tidak ada kaitan langsung dengan kasus kakaknya tersebut. Isu lain untuk menyerang kubu PPP adalah dampak negatif politik dinasti.

"Kedua hal itu akan menjadi amunisi bagi para lawannya Ade Yasin. Meskipun saya pikir tidak akan efektif karena masyarakat lebih (tertarik) kepada figur Rachmat Yasin bukan isu yang lain," kata Yus. 

Karena itu, ia menilai para kompetitor perlu menyainginya dengan meningkatkan elektabilitas figur masing-masing.

Strategi tersebut disadari oleh salah seorang figur yakni Ade Ruhandi atau yang akrab disapa Jaro Ade. Kader Partai Golkar itu dianggap sukses menapaki proses dari tingkat terbawah hingga akhirnya terpilih sebagai Ketua Partai di tingkat daerah juga Ketua DPRD KabupatenBogor.

Figur lain yang mulai muncul ke permukaan adalah Iwan Setiawan. Ketua Dewan Pimpinan Partai Gerindra itu saat ini menjabat Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor. Peluangnya mengikuti pencalonan Bupati Bogor ditunjang struktur koalisi yang kokoh dengan PKS di tingkat daerah, provinsi, ataupun pusat.

Ketiga figur, Ade Yasin, Ade Ruhandi, dan Iwan Setiawan diyakini akan bersaing ketat dalam Pilbup 2018 nanti. Bila pun muncul figur dari luar daerah yang diusung PDIP, PAN, atau Partai Demokrat, Yus meyakini tidak akan berpengaruh signi­fikan terhadap peta kekuatan yang ada saat ini di Bumi Tegar Beriman.

Jumlah Penduduk jadi tantangan 
Kabupaten Bogor menjadi daerah dengan penduduk terbanyak, mencapai lebih dari ­lima juta jiwa atau sekitar 15 persen dari jumlah seluruh penduduk di Jawa Barat. 

Jumlah tersebut menjadi tan­tang­an tersendiri bagi Komisi Pemi­lihan Umum Kabupaten Bogor dalam melaksanakan pemilihan bupati, gubernur, ataupun anggota legislatif.

Tahap pelaksanaan Pilbup Bogor 2018 telah dimulai sejak KPU dan Bupati Bogor Nurhayanti meluncurkannya secara resmi pada November 2017 lalu. 

Seperti daerah lain yang menyelenggarakan Pilkada Serentak 2018, tahapan yang dilalui baru penye­rahan dukungan bakal calon peserta dan verifikasi faktual. Tahapan selanjutnya ialah membuka pendaftaran calon peserta pilkada serentak, 8-10 Januari 2018.

Bersamaan dengan dimulainya pendaftaran, KPU Kabupaten Bogor  juga akan melakukan pemutakhiran data pemilih tetap di daerahnya. Berdasarkan data Pemilihan Presiden 2014, jumlah pemilih tetap di Kabupaten Bogor mencapai 3,3 juta orang dari 5,6 juta penduduk yang ada di sana.

Pemutakhiran tersebut menurut Ketua KPUD Kabupaten Bogor Haryanto Surbakti untuk mengetahui perubah­an jumlah pemilih tetap saat ini, me­ningkat atau justru menurun. 

“Tanggal 20 (Januari 2018) serentak seluruh Indonesia (petugas KPU) harus ke lapangan, termasuk saya,” katanya saat ditemui di sela-sela sosialisasi teknis pendaftaran calon dan pemeriksaan kesehatan di kantor KPU setempat, Jumat 29 Desember 2017 sore.

Pendataan menurutnya akan dilakukan oleh seorang petugas KPU di setiap tempat pemungutan suara (TPS). Haryanto menyebutkan data awal jumlah TPS di daerahnya mencapai 7.716 lokasi sehingga petugas de­ngan jumlah yang sama akan dikerah­kan pada saatnya nanti, setelah perek­rutan petugas awal Januari 2018.

“Satu TPS itu mencapai 500-800 pemilih,” katanya menyebutkan. Haryanto meyakinkan pemutakhiran data pemilih mampu dilakukan meski oleh seorang petugas. Ia juga memas­ti­kan pemutakhiran tersebut bisa dila­kukan secara tepat agar tidak me­nim­bulkan permasalahan di kemudian hari.

Geografis
Selain itu, Haryanto mengakui pihaknya terkendala kondisi geografis Kabupaten Bogor. Wilayahnya dianggap sangat luas, mencapai 10 persen dari luas keseluruhan Jawa Barat dan sebagian wilayah juga berada di pegunungan. Kondisi itu menyulitkan penyaluran logistik dan alat peraga pemilu yang diangkut kendaraan roda empat atau lebih.

Haryanto mengakui lembaganya dengan segala keterbatasan yang dimiliki, akan kesulitan melaksanakan pesta demokrasi kali ini. Terlebih, KPU Kabupaten Bogor akan melaksanakan tiga pemilihan sekaligus yakni pilbup, pilgub, dan pileg pada tahun yang sama sehingga beban tugasnya pun berlipat ganda.

“Kesulitannya membagi waktu de­ngan sumber daya manusia yang ada. Saat di sini ada undangan rapat misal­kan, ada juga rapat di provinsi, un­dang­an ke pusat dalam waktu ber­sa­maan. Dengan pusat rapat pileg, de­ngan provinsi rapat pilgub, kita jadi harus bolak-balik,” kata Haryanto mengeluh. 

Menurut dia, pelaksanaan tahap demi tahap pemilihan perlu kerja sama berbagai pihak seperti pemerintah daerah, aparat penegak hukum dan seluruh lapisan masyarakat.

Untuk cakupan dan beban tugas yang cukup berat, KPU Kabupaten Bogor mengajukan anggaran pada pemerintah daerah dan provinsi sebesar Rp 144,2 miliar. 

Sebanyak Rp 54,9 miliar bersumber dari pemerintah provinsi sedangkan sisanya sebesar Rp 89,3 miliar dari pemerintah daerah setempat.

Pemerintah Kabupaten Bogor baru mencairkan Rp 9,9 miliar untuk membiayai pelaksanaan tahapan pemilu pada 2017. Sementara sisanya dipastikan cair pada 2018 seperti tertuang dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang ditandatangani Juli 2017 lalu.

“Jumlah tersebut belum termasuk untuk pengamanan. Pemda akan berkomunikasi langsung dengan kepolisian. Kalau NPHD untuk keperluan kantor seperti komputer dan lainnya,” kata Komisioner KPU Divisi Hukum Pengawas Organisasi dan Pengembangan SDM Akhmad Munjin setelah penandatanganan NPHD bersama Bupati Bogor Nurhayanti.***


Post a Comment

Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif

Lebih baru Lebih lama